CiboDAS SAMA ANAK cEBONG

CiboDAS SAMA ANAK cEBONG

Sabtu, 04 Juli 2015

Tugas Kelompok Soft skill (Akuntansi Internasional)



PERBEDAAN PSAK 1 DAN PSAK 56


  • Perbedaan antara PSAK No. 1 Tahun 2013 dengan PSAK No. 1 Tahun 2009
Terdapat perubahan antara PSAK No. 1 Tahun 2013 dengan PSAK No. 1 Tahun 2009. Perubahan tersebut didasarkan atas:
  1. Perbaikan dengan penggunaan istilah yang lebih tepat
  2. Pengaruh perkembangan PSAK lain yang belum dikeluarkan tahun 2009
  3. Mengikuti perubahan terakhir IAS 1 Tahun 2010 yaitu pemisahaan penghasilan komprehensif lain dan penyajian informasi komparatif
  4. Sikronisasi dengan IAS terkait format
  5. Pendekatan penyajian standar dengan revisi – tidak menyajikan ulang semua standar
  6. Efektif berlaku 1 Januari 2015, tidak ada penerapan dini
  7. Terdapat perbedaan IAS 1 dengan PSAK 1.

Berikut beberapa perubahan yang terjadi dalam hal judul laporan, definisi, komponen laporan keuangan, informasi komparatif dan penyajian penghasilan komprehensif lain:
Hal
PSAK 1 2013
PASAK 1 2009
Judul Laporan
Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain
Laporan Laba Rugi Komprehensif
Definisi
Tidak memberikan definisi:-Laba Rugi-Pemilik-Penyesuaian ReklasifikasiTotal Laba Rugi Komprehensif
Memberikan definisi:-Laba Rugi-Pemilik-Penyesuaian ReklasifikasiTotal Laba Rugi Komprehensif
Komponen Laporan Keuangan
-Laporan posisi keuangan-Lapoean laba rugi dan penghasilan komprehensif lain-Laporan perubahan ekuitas-Laporan arus kas-Catatan atas laporan keuangan-Informasi komparatif
-Laporan posisi keuangan-Laporan laba rugi komprehensif-Laporan perubahan ekuitas-Laporan arus kas-Catatan atas laporan keuangan
Informasi Komparatif
-Informasi komparatif minimum-Informasi komparatif tambahan
Tidak terdapat pengaturan
Penyajian Penghasilan Komprehensif Lain
Disajikan berdasarkan kelompok:1. Pos-pos yang akan direklasifikasikan ke laba rugi2. Pos-pos yang tidak akan direklasifikasikan ke laba rugi
Disajikan dalam kelompok Penghasilan komprehensif lain
  • Perbedaan antara PSAK No. 56 Tahun 2010 dengan PSAK No. 56 Tahun 1999

PSAK 56 (2010)
PSAK 56 (1999)
Ruang Lingkup
Penyajian laba per saham hanya boleh disajikan pada laporan laba rugi tersendiri, jika entitas menyajikan komponen laba rugi pada laporan laba rugi tersendiri.
Tidak diatur
LPS Dasar dan Dilusian
LPS Dasar dan Dilusian dihitung atas:
  • laba atau rugi yang dapat dia tribusikan dan,
  • jika disajikan, laba atau rugi operasi normal berkelanjutan yang dapat diatribusikan ke pemegang saham biasa entitas induk.
Laba per saham dasar dan dilusian dihitung atas laba atau rugi yang dapat diatribusikan.

PSAK 56 (2010)
PSAK 56 (1999)
Kontrak yang dapat diselesaikan dengan saham biasa atau kas
Mengatur kontrak yang dapat diselesaikan dengan saham biasa atau kas pilihan entitas (at the entity’s option) dan pilihan pemegang kontrak (at the holder’s option).
Tidak diatur
Opsi jual yang diterbitkan (written put option)
Mengatur perlakuan kontrak yang mewajibkan entitas membeli kembali sahamnya (misalnya written put option, forward purchase contract)
Tidak diatur

Jumat, 03 Juli 2015

Tugas Individu : Kompetisi Global dan Internasional Pasar Modal



AKUNTANSI INTERNASIONAL
“Kompetisi Global dan Internasionalisasi Pasar Modal”



 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlI9PsjehkxhClfFvI_EqKRapK93YzQ7Vka9c3UyQKZvHcZZa6FxdGfzMq75GWEzTTaUTLheEa3C9KKyxzrNUrfnpqLsYTo9DwTY7g7KDezEuO_cYNTvMHUDm9uLbVQnHurxBEWlZokGST/s1600/Logo+Gundar.jpg






Nama        :  Gandi Gunawan
NPM         :  23211006
Kelas         :  4EB03














Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma

2015


KOMPETISI GLOBAL


Era globalisasi dan informasi ditandai dengan semakin meningkatnya jalur interkoneksi antar negara-negara di dunia. Akselerasi proses globalisasi difasilitasi oleh revolusi di bidang teknologi khususnya Teknologi Informasi dan Komunikasi, yang mentransformasikan masyarakat dunia menyambut era yang familiar dengan sebutan “era informasi”. Dalam era informasi, informasi telah berkembang menjadi komoditas yang penting dan strategis, serta semakin luas memasuki berbagai sisi dalam kehidupan masyarakat.
Selain era informasi, saat ini globalisasi juga sering disebut sebagai “era persaingan bebas”. Dalam era persaingan bebas atau kompetisi global maka tuntutan yang lebih tinggi dari standar yang ada terhadap kemampuan seseorang atau seseorang yang memiliki daya saing tinggi sangat diperlukan sehingga seseorang dengan kemampuan di atas rata-rata akan mampu bersaing dalam kompetisi tersebut, sedangkan sebaliknya, seseorang dengan kemampuan biasa-biasa saja apalagi kekurangan bekal kemampuan yang memadai, maka dengan sendirinya akan tersingkir dari kompetisi global tersebut.
Kompetisi global juga ada kaitannya dengan perdagangan bebas (pasar global) akan memberikan kesejahteraan antar bangsa yang semakin meningkat. Dunia dengan perdagangan bebas dalam arti kata seluas-luasnya, yaitu dunia tanpa batas. Pembatas yang kita miliki adalah terutama hanyalah kemampuan kita bersaing baik didalam negeri maupun di tingkat internasional. Pasar global harus diartikan bahwa tidak ada lagi perbedaan antara pasar dalam negeri dan pasar luar negeri. Dunia hanya memiliki satu pasar yaitu pasar global. Masalah daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan daya saing yang tinggi, niscaya produk suatu negara, termasuk produk Indonesia,tidak akan mampu menembus pasar internasional. Bahkan masuknya produk impor dapat mengancam posisi pasar domestik. Di tengah keterbukaan ekonomi dimana produk dan jasa bersaing bebas dalam sebuah negara, maka yang paling memiliki keunggulan kompetitif, akan menguasai pasar.

Merger dan Akuisisi Lintas Batas Negara

Seiring dengan tren global atas konsolidasi industri, berita mengenai merger dan akuisisi internasional praktis merupakan kenyataan sehari-hari. Apabila merger umumnya diringkas dengan istilah sinergi operasi atau skala ekonomi, akuntansi memainkan peranan yang penting dalam mega konsolidasi ini karena angka-angka yang dihasilkan akuntansi bersifat mendasar dalam proses penilaian perusahaan.
Perbedaan aturan pengukuran akuntansi dapat menimbulkan arena bermain yang tidak sebanding dalam pasar untuk memperoleh kendali perusahaan. Dengan demikian, jika perusahaan A di negara A diperbolehkan untuk menempatkan muhibah (goodwill) yang dibeli langsung sebagai cadangan, sedangkan perusahaan B di negara B harus mengamortisasikan goodwill yang dibeli ke dalam laba, maka perusahaan A mungkin akan memperoleh keunggulan penawaran bila dibandingkan perusahaan B ketika sedang mencoba mengakuisisi suatu target perusahaan. Perusahaan A dapat menawarkan harga pembelian yang lebih tinggi, hal ini karena perusahaan A tidak mengurangi pendapatannya dari kelebihan premium yang dibayarkan.


INTERNASIONALISASI PASAR MODAL

Faktor yang menyumbangkan perhatian lebih terhadap akuntansi internasional di kalangan eksekutif perusahaan, investor, regulator pasar, pembuat standar akuntansi, dan para pendidik ilmu bisnis adalah internasionalisasi pasar modal seluruh dunia. Data statistik memperlihatkan bahwa dalam arus modal lintas batas negara telah melonjak naik menjadi lebih dari dua puluh kali lipat sejak tahun 1990. Sementara itu, nilai penawaran sekuritas internasional telah melonjak lebih dari empat kali lipat dalam periode yang sama, dan saat ini telah melampaui nilai lebih dari 1,5 triliun dolar. Penawaran internasional yang berkenaan dengan obligasi (surat utang), pinjaman modal perusahaan dan prasarana utang lainnya, semua ini telah melonjak naik secara dramatis sejak tahun 1990.
Dengan makin terintegrasinya pasar keuangan, kita juga menyaksikan adanya peningkatan dalam jumlah perusahaan yang terdaftar pada berbagai bursa efek di seluruh dunia. Federasi Bursa Efek Dunia (World Federation of Exchanges) melaporkan bahwa meskipun jumlah perusahaan domestik yang terdaftar dibeberapa tempat meningkat dan di tempat lain justru menurun dalam paruh pertama dekade ini, namun demikian tingkat rata-rata volume perdagangan tahunan dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar telah melonjak secara signifikan.
Tiga wilayah dengan pasar modal terbesar adalah wilayah benua Amerika, Asia Pasifik, dan Eropa, termasuk juga didalamnya Afrika dan Timur Tengah. Dalam konteks kapitalisasi pasar modal domestik, wilayah Amerika telah mengalami peningkatan tahunan keseluruhan dengan kisaran 13%, melonjak dari 11.931 triliun dolar di tahun 2002 hingga 19.458 triliun dolar pada tahun 2005. Eropa 17,2%, meningkat dari 6.465 triliun dolar hingga 12.206 triliun dolar, dan Asia Pasifik naik hingga 20%, yaitu naik dari 4.437 triliun dolar hingga 9.310 triliun dolar.

Amerika
Ekonomi AS dan pasar sahamnya mengalami pertumbuhan tanpa henti selama tahun 1990-an. Saat ini, baik NYSE maupun NASDAQ mendominasi bursa efek lain di seluruh dunia dalam hal kapitalisasi pasar, nilai perdagangan saham domestik, nilai perdagangan saham asing (diluar Bursa Efek London (LSE)), jumlah perusahaan domestik yang mencatatkan saham dan jumlah perusahaan asing yang mencatatkan sahamnya.
Komite Pengaturan Pasar Modal (The Committee on Capital Market Regulation), yang anggota-anggotanya ditunjuk langsung oleh SEC dan juga berkoordinasi dengan Dewan Keuangan Federal Pemerintah (Federal Reserve Boards of Governors) dan Departemen Keuangan Amerika Serikat telah menetapkan bahwa Amerika Serikat akan kehilangan pengaruhnya dalam pasar modal dunia kecuali jika Amerika merampingkan berbagai ketetapan peraturan permodalannya, yang oleh pasar dirasa terlalu memberatkan.

Eropa Barat
Eropa adalah wilayah pasar ekuitas terbesar di dunia dalam hal kapitalisasi pasar dan volume perdagangan. Perluasan ekonomi secara signifikan turut menyumbangkan pertumbuhan pasar ekuitas Eropa yang cepat selama paruh kedua tahun 1990-an. Privatisasi yang dilakukan terhadap banyak perusahaan besar milik pemerintah telah membuat pasar ekuitas Eropa menjadi lebih penting dan menarik investor non institusional (non-lembaga), hingga pasar Eropa telah tumbuh seiring dengan keberhasilan Persatuan Moneter Eropa (European Monetary Union).
Persaingan terus-menerus diantara bursa efek Eropa ikut berperan dalam membangun kultur pasar modal. Selama kurun tahun 1990, pasar modal di benua Eropa telah menjadi makin terarahkan pada kepentingan para investor baru. Investor eksternal, secara khusus berarti investor luar negeri dan investor institusional, dewasa ini makin menuntut keterbukaan pasar dalam segala segi dan makin menuntut peningkatan tata kelola perusahaan.

Asia
Banyak ahli yang memperkirakan Asia akan menjadi wilayah pasar ekuitas kedua terpenting, Republik Rakyat Cina (Cina) muncul sebagai perekonomian global utama dan negara-negara “Macan Asia” mengalami pertumbuhan dan pembangunan yang fenomenal.
Beberapa pengkritik berpendapat bahwa pengukuran akuntansi, pengungkapan, dan standar auditing di Asia serta pengawasan dan penegakan implementasi standar tersebut lemah. Namun demikian, prospek pertumbuhan masa depan dalam pasar ekuitas Asia tampak kuat. Kapitalisasi pasar sebagai persentase dari produk domestik bruto (Gross Domestic Product-GDP) di Asia terbilang rendah dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan beberapa pasar utama Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa pasar ekuitas dapat memainkan peranan yang lebih besar dibanyak perekonomian Asia. Demikian juga, pemerintah dan bursa efek di Asia berada dibawah tekanan untuk memperbaiki kualitas dan kredibilitas pasar untuk menarik para investor. Seperti telah disebutkan beberapa pasar Asia Pasifik (seperti Cina, India, Korea, Taiwan, dan Hongkong) telah tumbuh dengan cepat dan mengalami volume perdagangan yang relative besar terhadap kapitalisasi pasar.

Pencatatan dan Penerbitan Saham Lintas Batas Negara

Regulator nasional dan bursa efek sangat berkompetisi dalam pencatatan saham asing dan volume perdagangan, yang merupakan hal penting bagi bursa efek yang berkeinginan untuk menjadi atau mempertahankan posisi sebagai pemimpin global. Sebagai respon, bursa efek dan regulator pasar Eropa telah bekerja untuk membuat akses masuk yang lebih cepat dan lebih murah bagi para perusahaan asing penerbit saham dan pada saat yang bersamaan meningkatkan kredibilitas mereka. Oleh karena pasar modal menajdi makin khusus, setipa pasar menawarkan manfaat unik untuk para penerbit asing.
Banyak perusahaan Eropa mengalami kesulitan ketika memutuskan dimana meningkatkan jumlah modal atau mencatatkan sahamnya. Pengetahuan mengenai berbagai pasar ekuitas dengan hukum, aturan, dan karakter kelembagaan yang berbeda sangat diperlukan saat ini. Hal yang juga diperlukan adalah pemahaman mengenai bagaimana karteristik perusahaan penerbit saham dan bursa efek saling berhubungan.
Perubahan yang terjadi di pasar-pasar modal seluruh dunia saat ini tidak menunjukkan tanda-tanda akan melambat. Salah satu contoh, makin bertambah pentingnya konsolidasi dan kerja sama diantara bursa efek dunia. Beberapa pengamat memperkirakan bahwa dalam kurun waktu yang cukup singkat, pasar keuangan dan perdagangan akan dodominasi oleh dua atau tiga bursa efek dunia yang beroperasi  lintas benua. Hal ini akan secara signifikan meningkatkan keterbukaan perusahaan-perusahaan internasional bagi para investor internasional.

referensi : http://sylvifaradiba.blogspot.com/

Kamis, 08 Januari 2015

Analisis tentang GCG dan Etika Profesi Akuntansi

ANALISIS PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN ( Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 – 2012 )


1.     Latar belakang

Salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau memaksimalkan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan kinerja perusahaan. Peningkatan kinerja perusahaan tersebut dapat dicapai jika perusahaan mampu beroperasi dengan mencapai laba yang ditargetkan. Melalui laba yang diperoleh tersebut perusahaan akan mampu memberikan dividen kepada pemegang saham, meningkatkan pertumbuhan perusahaan dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun dilain pihak, manajer sebagai pengelola perusahaan mempunyai tujuan yang berbeda terutama dalam hal peningkatan prestasi individu dan kompensasi yang akan diterima. Jika manajer perusahaan melakukan tindakan-tindakan yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan investor maka akan menyebabkan jatuhnya harapan para investor tentang pengembalian (return) atas investasi yang telah mereka tanamkan. Oleh karenanya dibutuhkan adanya suatu perlindungan terhadap berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut (Almilia dan Sifa, 2006).

Hambatan-hambatan yang dihadapi perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan pada umumnya berkisar pada hal-hal yang sifatnya fundamental yaitu :
1)    Perlunya kemampuan perusahaan untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya secara efektif dan efisien, yang mencakup seluruh bidang aktivitas (sumber daya manusia, akuntansi, manajemen, pemasaran dan produksi),
2)     Konsistensi terhadap sistem pemisahan antara manajemen dan pemegang saham, sehingga secara praktis perusahaan mampu meminimalkan konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara manajemen dan pemegang saham dan
3)  Perlunya kemampuan perusahaan untuk menciptakan kepercayaan pada penyandang dana ekstern, bahwa dana ekstern tersebut digunakan secara tepat dan seefisien mungkin serta memastikan bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan perusahaan (Darmawati, 2005).

Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, maka perusahaan perlu memiliki suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik, yang mampu memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan pihak kreditur, sehingga mereka dapat meyakinkan dirinya akan memperoleh keuntungan investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi, selain itu juga harus dapat menjamin terpenuhinya kepentingan karyawan serta perusahaan itu sendiri. (Tjager, 2003).

Kondisi yang dihadapi perusahaan-perusahaan publik di Indonesia masih lemah dalam mengelola perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh masih lemahnya standar-standar akuntansi dan regulasi, pertanggungjawaban terhadap para pemegang saham, standar-standar pengungkapan dan transparansi serta proses-proses kepengurusan perusahaan. Kenyataan tersebut secara tidak langsung menunjukkan masih lemahnya perusahaan-perusahaan publik di Indonesia dalam menjalankan manajemen yang baik dalam memuaskan stakeholders perusahaan. Dalam upaya mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, maka para pelaku bisnis di Indonesia menyepakati penerapan good corporate governance (GCG), suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik, hal ini sesuai dengan penandatanganan perjanjian Letter of intent (LOI) dengan IMF tahun 1998, yang salah satu isinya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan di Indonesia (Sedarmayanti, 2007).

Good Corporate Governance (GCG) kini ditempatkan di posisi terhormat, hal itu setidaknya terwujud dalam dua keyakinan. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global, terutama bagi perusahaan yang telah mampu berkembang sekaligus menjadi terbuka. Kedua, krisis ekonomi dunia, di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan good corporate governance, di antaranya, sistem regulator yang payah, standar akuntansi dan audit yang tidak konsisten, praktek perbankan yang lemah, serta pandangan Board of Directors (BOD) yang kurang peduli terhadap hak-hak pemegang saham minoritas (Suranta dan Merdistusi, 2004).

Penerapan dan pengelolaan Corporate Governance yang baik merupakan sebuah konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu. Selain itu juga menunjukkan kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan semua informasi kinerja keuangan perusahaan secara akurat, tepat waktu dan transparan. Oleh karena itu, baik perusahaan publik maupun tertutup harus memandang Good Corporate Governance (GCG) bukan sebagai aksesoris belaka, tetapi sebagai upaya peningkatan kinerja dan nilai perusahaan (Tjager, 2003).

Munculnya berbagai skandal akuntansi yang terjadi pada perusahaan-perusahaan telah mengakibatkan turunnya kepercayaan public terutama investor terhadap pelaporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Badan Pemeriksa Keuangan menemukan beberapa pelanggaran kepatuhan PT Jamsostek atas laporan keuangan 2011 dengan nilai di atas Rp 7 triliun, Hal tersebut terungkap dalam makalah presentasi Bahrullah Akbar, anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan. Bahrullah mengatakan ada empat temuan BPK atas laporan keuangan 2011 Jamsostek yang menyimpang dari aturan. Pertama, Jamsostek membentuk Dana Pengembangan Progran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp7,24 triliun yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah 22/2004. Kedua, Jamsostek kehilangan potensi iuran karena terdapat penerapan tariff program yang tidak sesuai dengan ketentuan. Ketiga, BPK menemukan Jamsostek belum menyelesaikan aset eks investasi bermasalah, yakni jaminan medium term notes. Adapun temuan keempat dari BPK adalah masih terdapat beberapa kelemahan dalam pemantauan piutang hasil investasi. Pengendalian dan monitoring PT Jamsostek atas piutang jatuh tempo dan bunga deposito belum sepenuhnya memadai. (Rustia, 2012).

Masalah penyimpangan lainnya juga terjadi di negara jepang, yaitu masalah Olympus di tahun 2011, produsen kamera asal Jepang mengaku telah menyembunyikan kerugian investasi di perusahaan sekuritas selama puluhan tahun atau sejak era 1980-an. Selama ini, Olympus menutupi kerugiannya dengan menyelewengkan dana akuisisi. Presiden Direktur Olympus Shuichi Takayama menuding Tsuyoshi Kikukawa, yang mundur dari jabatan Presiden dan Komisaris sebagai pihak yang bertanggung jawab. Sementara Wakil Presiden Direktur Hisashi Mori dan auditor internal Hideo Yamada bertanggung jawab sebagai pihak yang menutupnutupi. Keduanya menyatakan siap jika dituntut hukuman pidana. Pengumuman yang mengejutkan ini juga membuat saham Olympus jatuh 29% ke posisi terendahnya dalam 16 tahun terakhir. Perusahaan ini juga sudah kehilangan 70% nilai pasarnya, setara Rp 5,1 triliun karena masalah investasi bodong tersebut. (Taqiyyah, 2012).

Dengan melihat beberapa contoh kasus tersebut, sangat relevan bila ditarik suatu pertanyaan tentang efektivitas penerapan Corporate Governance. Corporate Governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya (Ujiyanto, 2007).

Ukuran yang dicapai dalam menilai kinerja perusahaan sangatlah bermacam-macam dan berbeda-beda dari satu industri ke industri lainnya tergantung pada aktivitas pokok perusahaan seperti produksi, keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, dan banyak lagi kegiatan lainnya. Kinerja keuangan adalah salah satu tolak ukur dalam menilai suatu perusahaan, kondisi keuangan yang bagus cenderung menarik perhatian investor, Dalam hubungannya dengan kinerja, laporan keuangan sering dijadikan dasar untuk penilaian kinerja perusahaan (Kieso dan Weygandt, 2008).

Titi Purwantini (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap nilai perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan dengan indikator independensi dewan komisaris, kepemilikan institusional, dan kepemilikan terkonsentrasi. Secara empiris, menyatakan bahwa penerapan good corporate governance berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dan kinerja keungan perusahaan. Penelitian ini mengambil populasi laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI selama periode 2005 sampai 2007.

Iqbal Bukhori (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh good corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan dengan indikator jumlah dewan direksi, jumlah dewan komisaris, dan ukuran perusahaan. Secara empiris, menyatakan bahwa penerapan corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini mengambil populasi laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2010.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu, yaitu:
1> Tahun yang diamati, pada penelitian ini mengambil tahun 2008-2012. Alasan peneliti menggunakan tahun 2008 sampai dengan 2012, karena periode tersebut menunjukkan kondisi yang paling aktual berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti.
2> Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada satu industri saja yaitu industri manufaktur dengan tujuan untuk menghindari adanya bias yang disebabkan oleh perbedaan industri.
3> Pada penelitian ini, mekanisme Corporate Governance yang digunakan adalah proporsi dewan komisaris independen, jumlah dewan direksi, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kinerja keuangan yang diukur melalui Tobin’s Q rasio.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, menarik untuk diteliti sejauh mana tingkat keberhasilan perusahaan dalam menerapkan good corporate governance serta pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan. Penulis merasa tertarik untuk menulis skripsi dengan judul: “Analisis Penerapan Good Corporate Governance (GCG) terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 - 2012 )”.
2
   Bab III
1   1. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung dan umumnya berupa bukti, catatan/ laporan historis yang telah tersusun dalam arsip/ data dokumenter. Data sekunder dapat diperoleh dari Bursa Efek Indonesia, Indonesian capital market directory, dan internet dengan kriteria perusahaan adalah sebagai berikut :
1.  Laporan keuangan per 31 desember pada tahun 2008-2012
    2. Data persentase saham kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusiona yang diambil dari catatan atas laporan keuangan konsolidasian perusahaan
    3. Jumlah ukuran dewan direksi dan dewan komisaris independen yang diambil dari catatan atas laporan keuangan konsolidasian perusahaan.

2. Metode Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2012 Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Pemilihan sampel pada penelitian ini sebagai berikut:

a. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menerbitkan laporan keuangannya secara terusmenerus pada tahun 2008-2012
b. Laporan keuangan harus mempunyai tahun buku yang berakhir pada 31 desember, hal ini untuk menghindari adanya pengaruh waktu parsial dalam menghitung Tobin’Q
c. Perusahaan mempunyai struktur kepemilikan saham manajerial dan kepemilikan saham institusional
d. Perusahaan mencantumkan dewan direksi dan dewan komisaris

3. Metode Analisis Data
    Variabel independen dalam penelitian ini :
a>      Ukuran dewan komisaris independen
b>     Ukuran dewan direksi
c>     Kepemilikan institusional
d>     Kepemilikan manajerial

Variabel dependen dalam peneitian ini :
Kinerja perusahaan
Pengujian variable-variabel ini menggunakan uji asumsi klasik dan uji hipotesis dengan bantuan perangkat lunak SPSS 20.

 4. Operasional Variabel Penelitian

Variabel
Indikator
Skala
Independen: ukuran dewan direksi
Jumlah anggota dewan direksi dalam perusahaan (Murwaningsari, 2007)
Nominal
Dewan Komisaris Independen
Persentase anggota
dewan komisaris yang
bersal dari luar
perusahaan dari seluruh
ukuran anggota dewan
komisaris perusahaan
(ujiyantho dan Bambang,
2007)
Rasio
Kepemilikan Institusional
Persentase jumlah saham
yang dimiliki institusi
dari seluruh modal saham
yang beredar
(Murwaningsari,2007)
Rasio
kepemilikan manajerial
Persentase jumlah saham
yang dimiliki pihak
manajemen (komisaris,
direksi dan karyawan)
dari seluruh modal saham
perusahaan yang beredar
(Ujiyantho dan
Bambang, 2007)
Rasio
Dependen :
-Kinerja Perusahaan
(Tobin’s Q
PeDrbandingan antara
(Equity Market Value
ditambah kewajiban)
dengan total asset
(Herawaty, 2008)
Rasio

3. Hasil Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh secara signifikan pengaruh corporate governance terhadap kinerja perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2012. Dengan menggunakan metode analisis regresi berganda hasil pengujian terhadap 40 sampel perusahaan manufaktur diperoleh sebagai berikut :     
  Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh corporate governance dalam hal kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan, serta penelitian menunjukkan bahwa pengaruh corporate governance dalam hal kepemilikan manajerial berpengaruh negative dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.

4. Kesimpulan

          kesimpulan pada penelitian selanjutnya, periode penelitian sebaiknya lebih dari 10 tahun agar hasil penelitian lebih akurat dan dapat memprediksi hasil penelitian untuk jangka panjang. Selain itu agar dapat diketahui ada tidaknya peningkatan kesadaran perusahaan di Indonesia akan penerapan good corporate governance, serta untuk mengetahui perhatian masyarakat dan para pemegang saham. Serta  penelitian selanjutnya disarankan untuk memasukkan variabel-variabel baru yang diidentifikasi sebagai variable mekanisme corporate governance dan rasio keuangan lainnya.



http://yuliana-ekaputri.blogspot.com/2013/11/analisis-penerapan-good-corporate.html