bab. IX
Evaluasi Keberhasilan Koperasi dilihat dari Sisi Anggota
A. EFEK-EFEK EKONOMIS
KOPERASI
Salah satu hubungan
penting yang harus dilakukankoperasi adalah dengan para anggotanya, yang
kedudukannya sebagi pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
Motivasi ekonomi
anggota sebagi pemilik akan mempersoalkan dana (simpanan-simpanan) yang telah
di serahkannya, apakah menguntungkan atau tidak. Sedangkan anggota sebagai
pengguna akan mempersoalkan kontinuitas pengadaan kebutuhan barang-jasa,
menguntungkan tidaknya pelayanan koperasi dibandingkan penjual /pembeli di luar
koperasi.
Pada dasarnya setiap
anggota akan berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan perusahaan koperasi :
1. Jika kegiatan
tersebut sesuai dengan kebutuhannya
2. Jika pelayanan itu
di tawarkan dengan harga, mutu atau syarat-syarat yang lebih menguntungkan di
banding yang di perolehnya dari pihak-pihak lain di luar koperasi.
B. EFEK HARGA DAN EFEK BIAYA
Partisipasi anggota
menentukan keberhasilan koperasi. Sedangkan tingkat partisipasi anggota di
pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : Besarnya nilai manfaat pelayanan
koperasi secara utilitarian maupun normatif.
Motivasi utilitarian
sejalan dengan kemanfaatan ekonomis. Kemanfaatan ekonomis yang di maksud adalah
insentif berupa pelayanan barang-jasa oleh perusahaan koperasi yang efisien,
atau adanya pengurangan biaya dan atau di perolehnya harga menguntungkan serta
penerimaan bagian dari keuntungan (SHU) baik secara tunai maupun dalam bentuk
barang.
Bila dilihat dari
peranan anggota dalam koperasi yang begitu dominan, maka setiap harga yang
ditetapkan koperasi harus di bedakan antara harga untuk anggota dengan harga
untuk non anggota. Perbedaan ini mengharuskan daya analisis yang lebih tajam
dalam melihat peranan koperasi dalam pasar yang bersaing.
1. Analisis Hubungan Efek Ekonomis dan
Keberhasilan koperasi
Dalam badan usaha
koperasi, laba (profit) bukanlah satu-satunya yang di kejar oleh manajemen,
melainkan juga aspek pelayanan (benefit oriented). Di tinjau dari konsep
koperasi, fungsi laba bagi koperasi tergantung pada besar kecilnya partisipasi
ataupun transaksi anggota dengan koperasinya. Semakin tinggi partisipasi
anggota, maka idealnya semakin tinggi manfaat yang di terima oleh anggota.
Keberhasilan koperasi di tentukan oleh salah satu faktornya adalah partisipasi
anggota dan partispasi anggota sangat berhubungan erat dengan efek ekonomis
koperasi yaitu manfaat yang di dapat oleh anggota tsb.
2. Penyajian dan Analisis Neraca Pelayanan
Di sebabkan oleh
perubahan kebutuhan dari para anggota dan perubahan lingkungan koperasi,
terutama tantangantantangan kompetitif, pelayanan koperasi terhadap anggota
harus secara kontinu di sesuaikan. Ada dua faktor utama yang mengharuskan
koperasi meningkatkan pelayanan kepada anggotanya.
1. Adanya tekanan
persaingan dari organisasi lain (terutama organisasi non koperasi).
2. Perubahan kebutuhan
manusia sebagai akibat perubahan waktu dan peradaban. Perubahan kebutuhan ini
akan menentukan pola kebutuhan anggota dalam mengkonsumsi produk-produk yang di
tawarkan oleh koperasi.
Bila koperasi mampu
memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan anggota yang lebih besar dari
pada pesaingnya, maka tingkat partisipasi anggota terhadap koperasinya akan
meningkat. Untuk meningkatkan pelayanan, koperasi memerlukan informasi-informasi
yang dating terutama dari anggota koperasi.
http://ivanlipio.blogspot.com/2011/11/evaluasi-keberhasilan-koperasi-dilihat.html
BAB X
EVALUASI KEBERHASILAN KOPERASI DILIHAT DARI SISI PERUSAHAAN
1. Efisiensi Perusahaan Koperasi
Tidak dapat dipungkiri bahwa koperasi adalah badan usaha yang kelahiranya dilandasi oleh fikiran sebagai usaha kumpulan orang-orang bukan kumpulan modal. Oleh akrena itu koperasi tidak boleh terlepas dari ukuran efisiensi bagi usahanya, meskipun tujuan utamanya melayani anggota.
Ukuran kemanfatatan ekonomis adalah manfaat ekonomi dan pengukuranynya dihubungkan dengan teori efisiensi, efektivitas serta waktu terjadinya transaksi atau diperolehnya manfaat ekonomi.
Efisiensi merupakan penghematan input yang diukur denngan cara membandingkan input anggaran atau seharusnya (la) dengan input realisasi atau sesungguhnya.
Dihubungkan dengan waktu terjadinya transaksi diperolehnya manfaat ekonomi oleh anggota dapat dibagi menjadi 2 jenis manfaat ekonomi yaitu :
Manfaat Ekonomi Langsung (MEL)
MEL adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota langsung diperoleh pada saat terjadinya transaksi antara anggota dengankoperasinya.
Manfaat Ekonomi Tidak Langsung
MELT adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota bukan pda saat terjadinya transaksi, tetapi diperoleh kemudian setelah berakhirnya sutu periode tertentu atau periode pelaporan keuangan/ pertangguangjawaban pengurus dan pengawas yakni penerimaan SHU anggota.
Manfaat ekonomi pelayanan koperasi yang diterima anggota dapatdihitung dengan cara sebagai berikut :
TME =MEL +MELT
MEN = (MEL+MELT)-BA
Bagi suatu badan usaha koperasi yang melaksanakan kegiatan serba usaha (multipurposen), maka besarnya manfaat ekonomi langsung dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
MEL =Efp+EfPK+Evs+EvP+EvPU
MELT= SHUa
2. Efektivitas Koperasi
Efektivitas adalah pencapaiaan target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya(OA), dengan output realisasi atau sesungguhnya (Os), Jika Os>Oa disebut efektif.
Rumus perhitungan Efektivitas Koperasi (EvK):
EvK = Realisasi SHUk + Realisasi MEL
Anggaran SHUk + Anggaran MEL
= Jika EvK >, berarti Efektif
3. Produktivitas Koperasi
Produktivitas adalah pencapaian target output (O) atas input yang digunakan(I), jika (0>1) disebut Produktif
Rumus Perhitungan Produktivitas Perusahaan Koperasi
PPK = SHUk X 100%
(1) Modal Koperasi
PPK =Laba bersih dari uasaha dengan non anggota X 100%
Modal Koperasi
4. Analisis Laporan Keuangan
Laporan Keuangan selain merupakan bagian dari sistem pelaporan keuangan, koperasi juga merupakan bagian dari laporan pertanggung jawaban pengurus tentang tata kehidupan koperasi. Secara umum laporan keuangan meliputi :
1. Neraca
2. Perhitungan Hasil Usaha
3. Laporan arus kas
4. Ctatan atas laporan keuangan
5. Laporan Perubahan kekayaan bersih sebagai laporan keuangan tambahan.
bab. XI
PERANAN KOPERASI
Peran Koperasi dalam
Bidang Ekonomi
Peran koperasi dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari:
(1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai
sektor,
(2) penyedia lapangan kerja yang terbesar,
(3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan
masyarakat,
(4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta
(5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Peran
koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat strategis dalam perekonomian
nasional, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan ekonomi nasional pada masa
mendatang.
Peran Koperasi dalam Bidang Pendidikan
Di bidang Pendidikan.Koperasi dapat dijadikan pembelajaran bagi siswa
sekolah.Praktik hidup bermasyarakat dapat dipelajari di dalam Koperasi yang
merupakan bagian kecil dari kehidupan bermasyarakat di negara demokrasi ini.
Peranan Koperasi dalam Bidang Sosial
- Mendidik para anggotanya untuk memiliki semangat kerja sama dalam membangun
tatanan
sosial masyarakat yang lebih baik
- Mendrong terwujudnya suatu tatanan sosial yang bersifat demokratis,
melindungi hak dan
kewajiban setiap orang
- Mendorong terwujudnya suatu kehidupan masyarakat yang tentram dan damai.
Perkembangan Koperasi Secara Menyeluruh
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya
pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia.
Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King
(1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1
Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai
gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan
prinsip koperasi.
Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya.Di Jerman, juga berdiri
koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan koperasi buatan
Inggris. Koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer, Raffeinsen,
dan Schulze Delitchi Perancis, Louis Blanc mendirikan koperasi produksi yang
mengutamakan kualitas barang. Di Denmark Pastor Christiansone mendirikan
koperasi pertanian.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya
berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di
Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan
usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan
iklim lingkungannya. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia
menekankan pada kegiatan simpan-pinjam maka selanjutnya tumbuh pula koperasi
yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan
kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk
keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha
tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang
memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil
langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu,
seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama
dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan barang-barang
keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di
Purwokerto Tahun 1896, mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan
pinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping banyak
menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang
dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka
uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya.
Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van
Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke
Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi
simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam
untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti memulai ia
mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria
Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpan pinjam yang dapat berkembang
ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari
zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya
koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang
didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang
keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko koperasi. Perkembangan yang
pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social
dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya
Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih
cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy�ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang
dinamakan Syirkatul Inan atau disingkat (SKN) yang beranggotakan 45 orang.
Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy �ari. Sekretaris I dan II adalah
K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab
Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh
5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan
periode nahdlatuttijar . Proses permohonan badan hukum direncanakan akan
diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai ketentuan dan
persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan
sangat memberatkan persyarat berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis
peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan
koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka
pada tahun 1920 dibentuk suatu �Komisi Koperasi� yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke
yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk
Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk bumi putera berkoperasi dan
untuk mendorong keperluan rakyat yang bersangkutan. Selanjutnya didirikanlah
Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ). Berkaitan dengan masalah Peraturan
Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan Indonsische
Studieclub. Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui
organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa
juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di
mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan
kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran
penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau
Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Untuk menggiatkan pertumbuhan
koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi
DR. J.H. Boeke yang dulunya memimpin Komisi Koperasi 1920 ditunjuk sebagai
Kepala Jawatan Koperasi yang pertama. Atas dasar catatan sejarah, terjadilah
perkembangan koperasi.
Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian dalam berntuk
Gouvernmentsbesluit no.21 yang termuat di dalam Staatsblad no. 108/1933 yang
menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915. Peraturan Perkoperasian
1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan golongan Timur Asing. Dengan
demikian di Indonesia pada waktu itu berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni
Peraturan Perkoperasian tahun 1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera
dan Peraturan Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan
Timur Asing.
Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan tekadnya untuk
mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia, terutama di lingkungan
warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah dapat memelopori dan bersama-sama
anggota masyarakat yang lain untuk mendirikan dan mengembangkan koperasi.
Berbagai koperasi dibidang produksi mulai tumbuh dan berkembang antara lain
koperasi batik yang diperlopori oleh H. Zarkasi, H. Samanhudi dan K.H. Idris.
Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun 1930
menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat.
Jikalau pada tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939 jumlahnya
menjadi 574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930 sebanyak 7.848 orang
kemudian berkembang menjadi 52.555 orang. Sedang kegiatannya dari 574 koperasi
tersebut diantaranya 423 koperasi (77%) adalah koperasi yang bergerak dibidang
simpan-pinjam sedangkan selebihnya adalah kopersi jenis konsumsi ataupun
produksi. Dari 423 koperasi simpan-pinjam tersebut diantaranya 19 buah adalah
koperasi lumbung. Adapun data perkembangan koperasi dari tahun de tahun.
Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih dikenal menjadi
istilah Kumiai. Pemerintahan bala tentara Jepang di di Indonesia menetapkan
bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan hukum serta Undang-undang
dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui sementara waktu, asal saja tidak
bertentangandengan Peraturan Pemerintah Militer. Berdasarkan atas ketentuan
tersebut, maka Peraturan Perkoperasian tahun 1927 masih tetap berlaku. Akan
tetapi berdasarkan Undang-undang No. 23 dari Pemerintahan bala tentara Jepang
di Indonesia mengatur tentang pendirian perkumpulan dan penmyelenggaraan
persidangan. Sebagai akibat daripada peraturan tersebut , maka jikalau
masyarakat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat izin
Residen
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka di beberapa daerah banyak koperasi
lama yang harus menghentikan usahanya dan tidak boleh bekerja lagi sebelum
mendapat izin baru dari Scuchokan. Undang-undang ini pada hakekatnya bermaksud
mengawasi perkumpulan-perkumpulan dari segi kepolisian.
Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan masalah
ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran Kumiai (koperasi). Pemerintah pada
waktu itu melalui kebijaksanaan dari atas menganjurkan berdirinya Kumiai di
desa-desa yang tujuannya untuk melakukan kegiatan distribusi barang yang
jumlahnya semakin hari semakin kurang karena situasi perang dan tekanan ekonomi
Internasional (misalnya gula pasir, minyak tanah, beras, rokok dan sebagainya).
Di lain pihak Pemerintah pendudukan bala tentara Jepang memerlukan
barang-barang yang dinilai penting untuk dikirim ke Jepang (misalnya biji
jarak, hasil-hasil bumi yang lain, besi tua dan sebagainya) yang untuk itu
masyarakat agar menyetorkannya melalui Kumiai. Kumiai (koperasi) dijadikan alat
kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara Jepang sejalan dengan kepentingannya.
Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan pada zaman Pemerintahan pendudukan
bala tentara Jepang tersebut sangat merugikan bagi para anggota dan masyarakat
pada umumnya.
Gerakan koperasi di Indonesia yang lahir pada akhir abad 19 dalam suasana
sebagai Negara jajahan tidak memiliki suatu iklim yang menguntungkan bagi
pertumbuhannya. Baru kemudian setelah Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di dalam UUD 1945. DR. H.
Moh Hatta sebagai salah seorang Founding Father Republik Indonesia, berusaha
memasukkan rumusan perkoperasian di dalam konstitusi. Sejak kemerdekaan itu
pula koperasi di Indonesia mengalami suatu perkembangan yang lebih baik. Pasal
33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya menyatakan bahwa perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam penjelasannya
disebutkan bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas kekeluargaan
tersebut adalah koperasi. Di dalam pasal 33 UUd 1945 tersebut diatur pula di
samping koperasi, juga peranan daripada Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Swasta.
Pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran koperasi dan tercatat
sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia
bertindak aktif dalam pengembangan perkoperasian. Disamping menganjurkan
berdirinya berbagai jenis koperasi Pemerintah RI berusaha memperluas dan
menyebarkan pengetahuantentang koperasi dengan jalan mengadakan kursus-kursus
koperasi di berbagai tempat. Pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres
koperasi se Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan
antara lain terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang
disingkat SOKRI; menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta
menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai
dan masyarakat. Selanjutnya, koperasi pertumbuhannya semakin pesat. Tetapi
dengan terjadinya agresi I dan agresi II dari pihak Belanda terhadap Republik
Indonesia serta pemberontakan PKI di Madiunpada tahun 1948 banyak merugikan
terhadap gerakan koperasi. Pada tahun 1949 diterbitkan Peraturan Perkoperasian
yang dimuat di dalam Staatsblad No. 179. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu
Pemerintah Federal Belanda menguasai sebagian wilayah Indonesia yang isinya
hamper sama dengan Peraturan Koperasi yang dimuat di dalam Staatsblad No. 91
tahun 1927, dimana ketentuan-ketentuannya sudah kurang sesuai dengan keadaan
Inidonesia sehingga tidak memberikan dampak yang berarti bagi perkembangan
koperasi. Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950
program Pemerintah semakin nyata keinginannya untuk mengembangkan
perkoperasian.Kabinet Mohammad Natsir menjelaskan di muka Dewan Perwakilan
Rakyat yang berkaitan dengan program
Untuk kepentingan pembangunan dalam lapangan perekonomian rakyat perlu pula
diperluas dan dipergiat gerakan koperasi yang harus disesuaikan dengan semangat
gotong royong yang spesifik di Indonesia dan besar artinya dalam usaha
menggerakkan rasa percaya pada diri sendiri di kalangan rakyat. Di samping itu
Pemerintah hendak menyokong usaha itu dengan memperbaiki dan memperluas
perkreditan, yang terpenting antara lain dengan pemberian modal kepada
badan-badan perkreditan desa seperti Lumbung dan Bank Desa, yang
sedapat-dapatnya disusun dalam bentuk koperasi. Sejalan dengan kebijaksanaan
Pemerintah sebagaimana tersebut di atas, koperasi makin berkembang dari tahun
ketahun baik organisasi maupun usahanya.
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres
koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya antara lain merubah
Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi
Indonesia (DKI). Di samping itu mewajibkan DKI membentuk Lembaga Pendidikan
Koperasi dan mendirikan Sekolah Menengah Koperasi di Provinsi-provinsi.
Keputusan yang lain ialah penyampaian saran-saran kepada Pemerintah untuk
segera diterbitkannya Undang-Undang Koperasi yang baru serta mengangkat Bung
Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5
September diselenggarakan Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan
KOngres di samping hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di
Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International
Cooperative Alliance (ICA). Pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang tentang
Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di dalam Tambahan Lembar
Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam suasana Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 dan mulai berlaku pada tanggal 27 Oktober 1958. Isinya lebih
biak dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan peraturan-peraturan koperasi
sebelumnya dan merupakan Undang-Undang yang pertama tentang perkoperasian yang
disusun oleh Bangsa Indonesia sendiri dalam suasana kemerdekaan.
Dalam tahun 1959 terjadi suatu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah
bangsa Indonesia. Setelah Konstituante tidak dapat menyelesaikan tugas menyusun
Undang-Undang Dasar Baru pada waktunya, maka pada tanggal 15 Juli 1959 Presiden
Soekarno yang juga selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang mengucapkan Dekrit
Presiden yang memuat keputusan dan salahsatu daripadanya ialah menetapkan
Undang-Undang Dasar 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
Tanah Tumpah Darah Indonesia, terhitung mulai dari tanggal penetapan dekrit dan
tidak berlakunya kembali Undang-Undang Dasar Sementara. Pada tanggal 17 Agustus
1959 Presiden Soekarno mengucapkan pidato kenegaraan yang berjudul Penemuan
Kembali Revolusi Kita, atau lebih dikenal dengan Manifesto politik (Manipol).
Dalam pidato itu diuraikan berbagai persoalan pokok dan program umum Revolusi
Indonesia yang bersifat menyeluruh. Berdasarkan Ketetapan MPRS No. 1/MPRS/1960
pidato itu ditetapkan sebagai Garis-garisBesar Haluan Negara RI dan pedoman
resmi dalam perjuangan menyelesaikan revolusi. Dampak Dekrit Presiden dan
Manipol terhadap Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi
adalah undang-undang yang belum berumur panjang itu telah kehilangan dasar dan
tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan Manipol. Karenanya
untuk mengatasi keadaan itu maka di samping Undang-Undang No. 79 Tahun 1958
tentang Perkumpulan Koperasi dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun
1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi (dimuat dalam Tambahan aLembaran
Negara No. 1907). Peratuarn ini dibuat sebagai peraturan pelaksanaan dari
Undang- Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dan merupakan
penyempurnaan dari hal-hal yang belum diatur dalam Undang-Undang tersebut.
Peraturan itu membawa konsep pengembangan koperasi secara massal dan seragam
dan dikeluarkan berdasarkan pertimbanganpertimbangan.
Pada saat mulai dikemukakan ide pengaturan ekonomi dengan prinsip Demokrasi dan
Ekoomi Terpimpin. Undang-undang No. 79 tahun 1958 tentang Perkembangan Gerakan
Koperasi. Peraturan ini membawa konsep pengembangan koperasi secara massal dan
seragam.
Pada tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah Nasional KOperasi I (Munaskop I) di
Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin.
Langkah-langkah mempolitikankan (verpolitisering) koperasi mulai nampak. Dewan
Koperasi Indonesia diganti dengan Kesatuan Organisasi KOperasi Seluruh
Indonesia (KOKSI) yang bukan semata-mata organisasi koperasi sendiri malainkan
organisasi koperasi-koperasi yang dipimpin oleh Pemerintah, dimasa Menteri
Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa (Trasnkopenda) menjadi
Ketuanya (Team UGM, 1984, h.143-144). Sebagai puncak pengukuhan hokum dari
uapaya mempolitikkan (verpolitisering) koperasi dalam suasana demokrasi
terpimpin yakni di terbitkannya UU No.14 tahun 1965 tentang perkoperasian yang
dimuat didalam Lembaran Negara No. 75 tahun 1960.
bab XII
Pembangunan Koperasi
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.
Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development” secara sekaligus. Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu :
- Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD
- Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya dan
- Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.
Implementasi undang-undang otonomi daerah, akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun koperasi akan semakin menghadapi masalah yang lebih intensif dengan pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan koperasi . Karena azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi oleh gerakan koperasi untuk memberikan orientasi kepada pemerintah di daerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fungsi intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.